KABUPATEN,Jawa Pos Radar Mojokerto – Pemerintah Kabupaten Mojokerto tak berkutik atas maraknya tambang liar di sejumlah wilayahnya. Selain terbentur regulasi, aktivitas illegal minning itu sudah masuk ranah pidana dan menjadi kewenangan kepolisian.
’’Masalah pertambangan galian C, sesuai aturan sekarang, itu menjadi kewenangan pemerintah pusat,’’ ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto, Didik Chusnul Yakin, kemarin.
Meski pemda tidak bisa melakukan kewenangan, penindakan bisa dilakukan aparat kepolisian. ’’Kalau UU itu memang kewenangan kepolisian. Kalau perda, baru satpol PP,’’ tegasnya.
Didik menegaskan, aktivitas pertambangan tanpa dilengkapi izin itu sudah masuk ranah pidana. Kepolisian selaku apara penegak hukum (APH) pun bisa bergerak menertibkan. Selain sudah melanggar UU, gerak cepat penanganan sebagai antisipasi meluasnya kerusakan lingkungan memang harus dilakukan. Apalagi, disebut-sebut, pertambangan yang berada di Desa Srigading, Kecamatan Ngoro sebagai penyangga cagar budaya peninggalan di Gunung Penanggungan. ’’Kalau sesuai UU Nomor 3 tahun 2020 (pasal 158) itu berat sanksinya. Setiap usaha penambangan yang tidak punya izin bisa dipidanakan lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 miliar,’’ tegas Didik.
Selain kepolisian, sesuai UU Nomor 3 tahun 2020 perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba), kini kewenangan pengawasan juga berada di Inspektur tambang yang ada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI. Termasuk, perizinannya. ’’Terkait temuan dalam sidak dewan, daerah memang tidak punya kewenangan untuk menindak. Perizinan dan pengawasannya di pusat,’’ tandasnya.
Terbatasnya kewenangan, kata Didik, bukan berarti pemda berdiam diri dengan kerusakan yang ditimbulkan akibat pertambangan liar itu. Selain mendorong APH bergerak, daerah juga bisa menginventarisir galian bodong untuk dilporkan ke pemerintah pusat. ’’Harapannya memang yang tidak berizin bisa mengurus izin, tapi kalau itu merusak alam, ya sebaiknya ditutup. Tapi kita tidak punya kewenangan untuk menutup, kewenangan menutup tetap ada di pusat, jika soal pertambangan,’’ jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasatreskrim Polres Mojokerto AKP Andaru Rahutomo lagi-lagi belum merespons. Sebelumnya, tambang liar di Kabupaten Mojokerto kembali marak. Mirisnya, aktivitas penggalian dengan alat berat itu berlangsung di kawasan Cagar Budaya lereng Gunung Penanggungan. Selain merusak lingkungan, juga berpotensi terjadi bencana longsor dan mengancam pemukiman.
Aktivitas galian sirtu tak berizin ini terungkap saat anggota DPRD melakukan inspeksi bersama sejumlah OPD dan memantau empat lokasi galian. (ori/ron)