Sidang Kasus Pengemplang Pajak
KABUPATEN, Jawa Pos Radar Mojokerto – Terdakwa pengemplang pajak Rp 2,5 miliar Direktur PT Sumber Pembangunan Abadi (SPA) Ronny Widharta menilai kasus yang menjeratnya dipaksakan. Pihaknya mengklaim tidak pernah menerima surat ketetapan pajak (SKP) selama periode yang menjadi temuan ditjen pajak. Di sisi lain, pabrik baja yang dipimpinnya telah dinyatakan pailit sehingga seluruh pembayaran menjadi kewajiban kurator.
’’Yang bersangkutan (terdakwa, Red) tidak pernah diberi SKP atau surat tagihan pajak selama Januari-Februari 2013 dan Mei-Desember 2013. Padahal di bulan Maret dan April 2023 keluar SKP. Ini kan lucu,’’ lontar tim kuasa hukum terdakwa, R Fauzi Zuhri, kemarin (17/3). Disebutnya, setiap bulan pihak pabrik semestinya mendapat SKP yang dikeluarkan kantor pajak setempat. Namun, SKP selama bulan yang akhirnya ditemukan kekurangan pajak Rp 2,5 miliar itu dan menyeret Ronny ke kursi pesakitan tak pernah diterima. Padahal, SKP menjadi dasar pembayaran pajak oleh terdakwa selaku wajib pajak.
Selain persoalan SKP, Fauzi juga mempertanyakan kedudukan status pailit terhadap PT SPA yang ditetapkan Pengadilan Niaga Surabaya melalui putusan Nomor 24/Pdt.Sus-Pailit/PN Niaga Sby tertanggal 19 Desember 2019. Menurutnya, dengan status demikian, kewajiban pembayaran pajak maupun lainnya menjadi tanggungjawab kurator. ’’Asetnya ratusan miliar sekarang dibawa kurator. Padahal, kurator itu yang wajib membayar pajak itu,’’ tandasnya. Dengan demikian, penyidik ditjen pajak seharusnya memproses penagihan ke kurator.
Dalam sidang lanjutan kemarin, pihaknya menghadirkan saksi ahli hukum kepailitan dari Unair. Sebab, pihaknya menilai proses hukum terhadap Ronny sebagai direktur pabrik yang telah dinyatakan pailit salah alamat. ’’Harusnya terdakwa ini bebas demi hukum karena terdakwa bertindak atas nama pribadi yang mana perusahaannya sudah dipailitkan pada 2019 tapi tahun ini dipersidangkan,’’ ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto Rizky Raditya Eka Putra menyatakan, status pailit tidak menghapus kewajiban perusahaan dalam membayar pajak. ’’Seharusnya ada kurator yang menghitung aset-asetnya, tapi ternyata proses itu tidak dilakukan,’’ ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Ronny selaku direktur PT SPA ditahan kejaksaan karena diduga mengemplang PPN senilai Rp 2,5 miliar hasil transaksi penjualan produknya pada 8 Desember 2022. Dia didakwa dengan Pasal 39 Ayat 1 huruf d atau Pasal 39 Ayat 1 huruf i UU Nomor 7/2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pria 44 tahun itu diancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun.
Terdakwa diduga tidak menerbitkan faktur dan/atau menerbitkan faktur tidak sesuai penjualan selama periode Januari-Februari 2013 dan Mei-Desember 2013. Ronny yang menggandeng lima orang pengacara diadili sejak 24 Januari lalu. Kemarin (17/3), sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksia ahli dari terdakwa dan JPU. Sidang digelar secara maraton untuk mengejar masa penahanan terdakwa yang akan berakhir 17 April nanti. (adi/fen)