Jadi Kreditur Macet BPRS Mojo Artho
KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPUPRPRKP) Kota Mojokerto Wiwiet Febriyanto masuk dalam pusaran kasus di tubuh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho. Ia memiliki pinjaman hingga Rp 7 miliar. Dikabarkan, ia mencairkan dana itu dari balik penjara.
Kepala Satker Audit Intern BPRS Mojo Artho, Moch. Chambali Rofieq mengatakan, dari banyaknya nasabah macet yang berakibat pada munculnya kerugian negara Rp 50 miliar di tubuh BPRS, tak hanya dari nasabah swasta. Melainkan ada dari pejabat Pemkot Mojokerto. ’’Kalau yang saya temukan memang ada. Mantan Kepala PU (DPUPRPRKP). Nilainya kurang lebih Rp 7 miliar,’’ ungkapnya, ditemui di kantornya Jalan Majapahit, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto.
Menurutnya, pinjaman macet yang dilakukan itu berlangsung sekitar 2018 sampai 2019. Saat itu, Wiwiet tengah menjalani hukuman penjara atas kasus suap yang menderanya di pertengahan 2017. Saat itu, divonis 2 tahun penjara. ’’Saya dengarnya memang masih di penjara,’’ katanya.
Chambali hanya menegaskan, pinjaman yang besar itu, Wiwiet juga memasukkan agunan yang besar. Yakni, dua sertifikat rumah. Masing-masing kepemilikan orang tuanya dan miliknya sendiri. ’’Sampai saat ini belum ada pengembalian, tapi dia sudah janji akan jual aset. Tapi sampai sekarang belum laku,’’ tegasnya.
Saat disinggung nasabah lain dari lingkungan pejabat pemkot dan dewan yang masih aktif sampai sekarang, Chambali, menjawab diplomatis. ’’Saya tidak hafal. Karena kan saya orang baru di sini,’’ tambahnya.
Chambali, menegaskan, pengusutan dugaan korupsi yang tengah dilakukan Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto belakangan memang sedikit membuat para nasabah yang sebelumnya macet kelabakan. Mereka yang terancam berurusan dengan penegak hukum ini mulai ramai-ramai bayar utang. Tercatat dalam bulan ini ada dua nasabah dari dua pembiayaan yang sudah merealisasikannya.
’’Ada yang Rp 500 juta, ada yang setor Rp 900 juta. Yang setor Rp 900 juta ini dari pembiayaan Rp 3,6 miliar yang macet. Dalam bulan ini sisanya Rp 2,6 miliar dia juga berjanji akan mengembalikan,’’ paparnya.
Sebelumnya, Kepala Kejari Kota Mojokerto Hadiman menegaskan, pengembalian ini tak menggugurkan proses hukum yang tengah bergulir sejak Oktober 2021 lalu. ’’Sesuai pasal 4 UU Tipikor, pengembalian bukan menghapus tindak pidana. Sifatnya hanya meringankan. Artinya kasus ini tetap lanjut,’’ tegasnya. (ori/ron)