MOJOKERTO – Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) memiliki sejumlah kode untuk memuluskan aksi korupsinya. Mulai dari nama hewan, hingga gula dan beras.
Kode-kode itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi perizinan menara telekomunikasi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Surabaya, di Sidoarjo, Senin (3/12).
Kode itu terdengar sangat jelas saat Jaksa KPK membuka sejumlah isi rekaman pembicaraan antara Nano Santoso Hudiarto dengan MKP medio Juli dan Agustus 2015 silam.
Nama-nama hewan dipakai untuk penyebutan sejumlah pejabat di lingkungan pemda. Sementara gula dan beras untuk penyebutan uang dengan ukuran kilogram. Semisal, percakapan tanggal 9 Juli pukul 06.41.
Nono yang menghubungi MKP melalui telepon selulernya, menceritakan progres penagihan uang suap PT Protelindo senilai Rp 1,650 miliar ke Kepala Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM), Bambang Wahyuadi.
’’Saya sudah ketemu dobel B bos. Katanya akan bayar. Kalau tidak bayar, CRV tak ambile,’’ ungkap Nono. Double B merupakan istilah yang disematkan Nono dan MKP untuk Bambang Wahyuadi.
Desakan itu muncul lantaran masih terjadi kekurangan atas pemberian PT Protelindo. Seharusnya, dana yang diterima atas pengurusan 11 tower mencapai Rp 2, 2 miliar. Namun, masih terdistribusikan Rp 550 juta saja.
Jaksa juga membuka penyadapan suara pada 7 Agustus petang. Dalam rekaman ini, MKP nampak marah karena Nono tak kunjung mampu menagih kekurangan suap yang sudah dijanjikan. ’’Bedes (monyet) iku yo opo?’’ katanya ke Nono.
Di depan hakim, Nono menceritakan, jika istilah bedes merupakan penyebutan untuk Kepala BPTPM Bambang Wahyuadi. Selain monyet, MKP juga menyebut kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Kabupaten Mojokerto Ludfi Ariyono dengan panggilan sapi.
Pembicaraan ini terdengar sangat jelas saat Nono dan MKP melakukan komunikasi untuk fee proyek fisik di lingkungan Kabupaten Mojokerto. ’’IPPR (Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang) wes tak tandatangani. Paranono sapi, onok 3 pekerjaan,’’ kata MKP.
Urusan dengan Ludfi ini, diterangkan Nono, karena terdapat aliran dana senilai Rp 1,2 miliar dan Rp 2 miliar untuk pembelian sebuah tanah di kawasan Kutorejo. Untuk penyebutan uang, Nono dan MKP kerap menyebut dengan istilah gula dan beras dengan satuan kilogram.
Dalam keterangannya, Nono mengaku menjadi kurir dalam setiap gratifikasi yang diterima MKP, tak pernah membuat dirinya untung. Karena, setiap dana yang diterima dari Bambang Wahyuadi, langsung dialirkan ke ajudan, Lutfi Arif Muttaqin.
Bahkan, saat uang suap senilai Rp 550 juta dari PT Protelindo yang terdapat kekurangan Rp 20 juta, juga sempat diminta MKP. Selian itu, Nono juga blak-blakkan jika dirinya ditunjuk sebagai orang kepercayaan bupati lantaran telah sukses menjadi tim sukses saat pencalonannya tahun 2010 silam.
Namun, di tahun 2015, ia mundur dan tak lagi berurusan dengan MKP. ’’Kenapa mundur? Apa karena tidak berhasil menagih uang dari Protelindo?’’ celetuk Jaksa Penuntut KPK Joko Hermawan. Nono dengan tegas, jika dirinya mundur karena keinginannya sendiri.