Satu Jaminan untuk Banyak Pinjaman
KOTA, Jawa Pos Radar Mojokerto – Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto menemukan fakta baru dalam membongkar dugaan korupsi di tubuh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Mojokerto. Di antaranya, satu agunan dengan nilai kecil, bisa digunakan di banyak pinjaman.
Kepala Kejari Kota Mojokerto Hadiman, mengatakan, hingga kini, pemeriksaan saksi-saksi untuk menguatkan penetapan tersangka dalam kasus tindak pindana korupsi yang tengah diusut sejak Oktober 2021 ini terus berlanjut. Sebagai percepatan penuntasan, kejaksaan membentuk tim khusus. ’’Ada tujuh penyidik kami libatkan dalam tim penyidikan kasus dugaan korupsi di BPRS. Sebagai ketua tim, saya sendiri. Ini menangani semua yang ada kaitannya dengan pembiayaan,’’ ungkap Kepala Kejari Kota Mojokerto Hadiman, kemarin.
Menurutnya, kasus ini menjadi atensi khusus kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sehingga, pihaknya pun terlibat langsung dalam penangan perkara ini. ’’Termasuk saya juga ikut melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Karena ini menjadi kasus besar di daerah dan harus kita tuntaskan,’’ tegasnya.
Tak sekadar melakukan penindakan terhadap pelaku secara hukum, upaya pengembalian dan pemulihan kerugian keuangan negara juga menjadi tujuan utama dalam setiap perkara pemberantasan korupsi yang ditangani. ’’Jadi sesuai petunjuk kejaksaan agung dan kejati, tiap perkara yang ditangani tak sebatas tuntas. Tapi, kontribusi kita pada negara untuk bisa mengembalikan dan memulihkan kerugian, juga tidak boleh dikesampingkan,’’ tandasnya.
Dengan begitu, penelusuran aset yang dipakai sebagai agunan oleh debitur menjadi hal yang tak terpisah dalam penyidikan yang tengah berjalan. Namun, dengan banyaknya agunan yang nilainya lebih rendah dari jumlah pinjaman, kejari akan kesulitan menutupi kerugian negara yang mencapai Rp 50 miliar.
Selain nilai agunan yang tak sebanding dengan pinjaman, lanjut Hadiman, ternyata penyidik juga menemukan satu agunan nasabah digunakan di tiga kali pinjaman bahkan lebih. Sementara, pinjaman pertama belum lunas. ’’Misalkan, pinjamnya Rp 1 miliar, sedangkan agunannya hanya bernilai Rp 500 juta. Jadi kalau disita kan tetap rugi. Itu tidak hanya satu pembiayaan saja. Tapi banyak. Pihak bank sendiri menyetujui, kan itu menjadi masalah,’’ bebernya.
Mantan Kajari Kuantan Singingi, Riau ini menegaskan, indikasi munculnya konspirasi antara pihak kreditur dan debitur memang cukup kuat. Itu setelah banyak kejanggalan prosedur pencairan utang yang ditemukan penyidik. Selain nilai agunan lebih rendah, pengajuan utang yang dilakukan bisa langsung cair di hari yang sama juga menjadi temuan kejaksaan. ’’Apakah itu murni dari nasabah , atau ada campur tangan pihak bank untuk memuluskan pinjaman yang tidak sesuai peruntukannya, sehingga muncul gratifikasi, itu yang kita terus dalami,’’ jelasnya.
Sementara itu, Kasubsi Tindak Pidana Khusus Kejari Kota Mojokerto, Erwan Adi Priyono, membahkan, belum munculnya tersangka dalam kasus ini bukan berarti lamban. Hanya saja, perkara yang sudah bergulir selama delapan bulan terakhir ini memang melibatkan banyak pihak dan pembiyaan. ’’Ada seratusan lebih orang yang terlibat,’’ ungkapnya.
Apalagi, tak sedikit dari tiap agunan ini, dipakai sampai tiga pembiayaan hingga akhirnya tak bisa mengcover plafon jumlah pinjaman. ’’Yang harusnya cukup untuk satu pinjaman, tapi dipecah jadi tiga pinjaman. Sebenarnya tidak masalah, asalkan masih mencover nilainya. Tapi ini membengkak melebihi plafon. Memang bisa jadi ada konspirasi,’’ katanya.
Sebelumnya, dugaan kongkalikong antara peminjam dan pihak bank memang cukup kuat terlihat dalam pencairan pembiayaan di tubuh BPRS. Tiap kali ada pengajuan pinjaman, pencairan dilakukan cukup cepat. Idealnya, pencairan itu tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Karena, pihak bank harus melakukan kroscek ke lapangan dulu setelah menerima pengajuan dari nasabah.
’’Tapi, selama ini, kroscek itu yang tidak dilakukan BPRS. Jadi proses penyalurannya terlalu cepat. Nilai pinjamnya juga besar-besar, ada yang Rp 1 miliar, ada yang Rp 2 miliar. Satu hari berkas datang, satu hari itu bisa cair. Kalau dinalar tidak bisa,’’ tandas Erwan. (ori/ron)