SOOKO, Jawa Pos Radar Mojokerto – Dugaan meraup keuntungan dalam proyek pengadaan masker nonmedis senilai Rp 6 miliar di Kabupaten Mojokerto terus bergulir.
Rabu (1/7) giliran Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto memanggil rekanan dan pejabat di lingkungan dinas kesehatan (Dinkes).
Kasi Pidana Khusus Kejari Kabupaten Mojokerto Agus Haryono mengatakan, terdapat dua rekanan yang dipanggil untuk mendalami dugaan gratifikasi di lingkungan dinkes. ’’Rekanan ini adalah pihak ketiga yang mendapat proyek pengadaan masker,’’ ujarnya.
Salah satu rekanan yang terlihat keluar dari ruang pemeriksaan berinisial Y. Ia keluar sekitar pukul14.00. Pria ini dikenal sebagai rekanan langganan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Mojokerto dengan spesialialisasi proyek fisik.
Agus menambahkan, selain mengklarifikasi dua rekanan, ia juga memanggil pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Nanda Hasan Solihin. Ia juga dimintai keterangan atas pengadaan masker yang dikabarkan memunculkan cashback yang cukup besar.
Mantan Kasi Intel Kejari Cianjur, Jabar, ini menegaskan, meski telah mengantongi sejumlah data, namun ia memastikan penyelidik belum mampu memberikan kesimpulan.
Karena proes pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) masih terus berjalan. ’’Besok (hari ini, Red), kami juga ada agenda melakukan pemeriksaan terhadap rekanan,’’ beber Agus. Nantinya, data hasil pulbaket yang dilakukan akan dipaparkan.
Jika ditemukan bukti-bukti yang mendukung, maka ia pun tak segan menyeret kasus ini ke ranah lebih lanjut. Agus kembali mewanti-wanti pemerintah tak main-main saat membelanjakan dana bencana coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Karena penggunaan dana bencana sangat berpeluang dimanipulasi. Peluang dimainkannya dana bencana dan menguntungkan segelintir orang, karena pembelanjaan bantuan bersifat sekali pakai. Di antaranya, disinfektan, hand sanitizer, hingga masker medis.
Ia berharap pemda membelanjakan dana bantuan dengan sangat hati-hati dan prosedural. Sehingga bantuan yang dikeluarkan tepat sasaran dan sesuai dengan regulasi. Jika terbukti melakukan korupsi, maka ancaman pun sangat berat.
Yakni, hukuman mati. Hal ini mendasar ketentuan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Disebutkan, bahwa dalam hal tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
UU ini menjelaskan, bahwa keadaan tertentu dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tipikor apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan UU yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.