Dilirik Pecinta Musik Tanah Air hingga Mancanegara
Di tangan kreatif Frandy, potongan kayu berhasil disulap menjadi gitar elektrik dengan nilai jual tinggi. Karyanya banyak diburu para pecinta seni musik tanah air. Bahkan, sempat dilirik konsumen luar negeri.
KHUDORI ALIANDU, Pungging, Jawa Pos Radar Mojokerto
’’Di sini kan banyak limbah potongan-potongan kayu dari pabrik gitar, jadi saya manfaatkan untuk custom gitar. Dan alhamdulillah pesanan mengalir,’’ ungkap Frandy, mengawali perbincangan.
Warga Desa/Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto ini mengaku, menekuni pembuatan gitar elektrik ini sejak 2014 silam. ’’Awalnya sebenarnya memang karena hobi,’’ tambahnya.
Selain hobi, pria kelahiran 1988 ini sebelumnya memang bergelut dalam jual beli gitar. Dia juga kerap kali menerima jasa servis dari pecinta seni musik. Hingga akhirnya gayung pun bersambut. Dengan keahliannya mengutak-atik gitar, ada salah satu teman mempercayainya untuk meng-custom gitar. ’’Tak pikir panjang, tawaran itu saya terima. Dari situ saya mulai tertantang produksi gitar. Semuanya saya pelajari dari nol secara otodidak,’’ tegasnya.
Berlahan, bapak satu anak ini belajar mengamplas, membentuk pola kayu, serta pengecatan. Meski awalnya kerap gagal, kondisi itu tak membuatnya terhenti. Berbagai eksperimen dilakukan hingga membuahkan hasil. Tiga bulan berjalan, Frandy berhasil membuat gitar elektrik custom. ’’Pesanan juga makin mengalir di 2015,’’ tegasnya.
Sejak itu, alumnus Unesa Jurusan PGSD ini mengaku, mulai serius membuat alat musik ini dengan mengajak salah satu temannya untuk membantu menggosok kayu yang sudah didesain pola bodi gitar. Empat tahun kemudian atau 2019, dia juga merekrut empat orang. ’’Sekarang sebulan kami sudah mampu memproduksi sekitar 50 gitar elektrik,’’ tuturnya.
Produk buatannya banyak diburu para pecinta seni musik tanah air. Bahkan, belakangan dia rutin menyuplai salah satu alat musik di Kota Surabaya. Dengan jumlah paling sedikit 10 unit gitar. Selain itu, pesanan juga mengalir dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. ’’Mayoritas pemesanan melalui jaringan sales yang ada di beberapa daerah,’’ tegas eks guru itu.
Derasnya pesanan, membuat omzetnya rata-rata Rp 40 juta per bulan. Dengan penjualan satu unit gitar dia banderol paling murah Rp 1,3 juta dan paling mahal Rp 3,5 juta. Sebenarnya, dia memiliki mimpi besar jika produk kerajinan gitar ini bisa menembus pasar luar negeri. Hanya saja, hingga kini masih terkendala ongkos kirim lantaran lebih mahal dibanding harga satuan gitarnya. Ditambah, dia juga masih tak tahu mekanisme pengiriman ke luar negeri.
’’Sebenarnya saya sempat beberapa kali dapat pesanan dari Malaysia dan Singapura, tapi ya itu belum bisa saya layani karena saya juga belum paham pemasaran ke luar negeri. Jadi selama ini terkendala pengiriman saja,’’ bebernya. (ron)