Tiga Bulan Belajar, Hasil Penjualan Jadi Modal Usaha setelah Bebas
Berbekal keahlian sebagai tukang jahit sepatu, warga binaan Lapas Kelas II-B Mojokerto berkreasi membuat tas tangan berbahan kulit jeruk nan mewah. Berkat karyanya itu, enam narapidana ini mampu menabung dan mengirim uang ke keluarga dari hasil penjualan handbag seharga Rp 250 ribu per unit.
FARISMA ROMAWAN, Kranggan, Jawa Pos Radar Mojokerto
Mewah dan menarik. Mungkin kalimat tersebut menjadi kesan pertama saat melihat handbag ini terpampang. Bentuknya yang ramping dan minimalis, membuat tas ini memiliki daya tarik dan nilai jual. Dan siapa sangka, ternyata tas berbahan baku kulit sintetis ini karya warga binaan Lapas Kelas II-B Mojokerto.
Adalah Arif Setiawan, 29, napi kasus narkoba sebagai pencetus ide produksi tas tangan itu. Arif yang sebelumnya adalah karyawan pabrik ini dengan telaten mengerjakan tas bermotif kulit jeruk di bengkel kerja lapas sejak tiga bulan belakangan. Dibantu lima temannya sesama warga binaan, Arif yang dihukum kurungan tujuh tahun tiga bulan karena kasus peredaran sabu itu akhirnya mampu memproduksi lima hingga sepuluh unit handbag setiap harinya.
’’Bahannya dari motif kulit jeruk. Di sini ada lima orang yang membantu saya,’’ terangnya. Sejak awal, Arif sendiri mengaku sudah memiliki keterampilan menjahit sebelum mendekam di balik jeruji besi. Hanya saja, saat itu ia tidak ada bakat dalam mendesain bahan sintetis. Namun berkat bimbingan dan support bahan dari petugas lapas setahun belakangan, bakatnya mulai terasah.
Tak sekadar mendesain, Arif juga cekatan dalam memotong dan menjahit bahan kulit hingga membentuk bodi dan pengait tas tangan yang ciamik. Bahkan, ia juga mampu memproduksi handbag custom sesuai keinginan pelanggan meski tidak saling bertemu. ’’Memang dulu saya buruh pabrik sepatu di bagian menjahit bahan. Tapi saat di bengkel lapas ini, saya bisa dibimbing sampai mampu membuat pola tas sesuai keinginan,’’ tandasnya.
Untuk pemasaran produk handbag-nya, Arif dibantu promosi lewat media sosial (medsos) lapas. Tak hanya itu, produknya juga kerap diikutkan di event pameran produk UMKM, baik di dalam maupun luar Mojokerto. Pelanggan tasnya sendiri kebanyakan adalah kolega pegawai Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham dan warga lokal Mojokerto. Untuk harga sendiri, handbag buatannya biasa dihargai Rp 250 hingga Rp 300 ribu per unit.
’’Tergantung permintaan pesanan. Semakin rumit semakin mahal harganya,’’ tandasnya. Dari hasil penjualan handbag-nya itu, Arif mendapat keuntungan 35 persen dari harga jual. Nilai tersebut yang kemudian ia bagi bersama lima rekannya. Berkat kreasinya itu, Arif mampu memiliki penghasilan sendiri. Bahkan, ia juga mampu mengirim uang ke keluarganya di Desa Mojoranu, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.
Uang kiriman sebagai tabungannya sendiri dan nantinya akan dimanfaatkan untuk modal usaha setelah bebas dari penjara. ’’Harapannya nanti bisa buat usaha home industry tas dan sepatu sendiri di rumah setelah keluar,’’ pungkasnya. (ron)