22.8 C
Mojokerto
Monday, May 29, 2023

Mengunjungi Kampung Kesenian di Kebontunggul, Gondang, Mojokerto

Manggung selama Lima Hari dalam Sepekan tanpa Bayaran

Didominasi masyarakat berlatarbelakang seni, membuat warga Desa Kebontunggul, Kecamatan Gondang termotivasi merintis kampung kesenian. Tak hanya untuk menarik wisatawan saja. Kegiatan ini juga untuk melestarikan kebudayaan kesenian tradisional yang mulai luntur di telan zaman.

INDAH OCEANANDA, Gondang, Jawa Pos Radar Mojokerto

LEMBAH Mbencirang, Desa Kebontunggul, Kecamatan Gondang pun kini telah berubah. Sejak dua bulan lalu, setiap malam, tempat wisata ini dipenuhi anak-anak, remaja hingga yang sudah lanjut usia. Mereka berkumpul menjadi satu dan memainkan deretan alat musik gamelan. Gending itu kian merdu dengan iringan tembang Jawa yang dibawakan empat sinden.

Sekitar 25 orang ini merupakan gabungan dari Paguyuban Seni Campursari asal Desa Kebontunggul, Kecamatan Gondang. Mereka selalu manggung setiap Senin hingga Jumat. Tanpa bayaran.

Ketua Paguyuban Seni Campursari Tresno Budoyo Nuswantoro Sudibyo menceritakan, ide untuk mendirikan kampung kesenian ini bermula saat ia prihatin atas hilangnya tradisi seni tradisional di kampungnya. Dulu, rata-rata masyarakat desa yang terdiri dari empat dusun ini merupakan pelaku seni.

Namun, sejak tahun 1998 silam, sudah banyak warga yang berhenti menjadi pelaku seni. ”Kebanyakan karena tidak ada penerusnya. Yang seangkatan saya juga sudah meninggal. Kurang lebih 24 tahun nggak ada yang nerusin. Di empat dusun ini akhirnya sepi, nggak ada pagelaran sama sekali,” katanya.

Baca Juga :  Galian C Ilegal Masih Marak, Pemkab Mojokerto Bentuk Satgas Khusus

Dulu, pria 61 tahun ini mengaku juga sempat menjadi pemain gamelan. Bahkan, kelompok seninya sering mendapat tanggapan dari desa lain. Selain gamelan, ada juga beberapa warga yang mahir menari dan sinden. ”Waktu itu ramai tanggapan. Sampai antar desa. Cuma, karena banyak yang sudah tua dan meninggal, akhirnya banyak yang beralih profesi menjadi tani ketimbang pelaku seni,” papar warga Dusun Sengon ini.

Semangat membangkitkan kembali pagelaran kesenian, lanjut bapak empat anak ini, disebabkan karena dorongan dari beberapa warga yang rindu manggung. Tak hanya itu, Sudibyo mengaku, dia sempat diberi wasiat oleh sekretaris desa untuk mengembangkan Desa Kebontunggul sebagai kampung kesenian. ”Dua hari sebelum wafat, pernah bilang gitu. Saya ingat diberi pesan seperti itu, gamelan di balai desa juga sudah lama nganggur. Akhirnya, saya ajak teman seangkatan untuk kembali bermain pentas seni,” terangnya.

Kini, setiap Senin-Jumat, pihaknya rutin mengadakan pagelaran seni. Mulai dari gamelan diiringi tembang dari sinden. Tak hanya itu, ada juga pertunjukan tari remo dari anak remaja serta kesenian jaranan. ”Yang anak-anak juga sudah mulai dilatih sama orang tua mereka sendiri, ternyata mereka antusias untuk ikut latihan. Paling muda, ada yang usia SD, ikut jaranan,” ucap kakek empat cucu ini.

Lebih lanjut, Sudibyo memaparkan, selama dua bulan ini, tak sedikit pelaku seni dari luar desa berdatangan untuk ikut memeriahkan pagelaran seni tersebut. Bahkan, ada juga yang berasal dari kecamatan lain. ”Yang ikut kesenian di sini bebas bagi kalangan umum. Mau nonton silahkan, mau ikut peran dalam pertunjukan juga monggo. Karena di sini kita sama-sama belajar sekaligus melestarikan budaya. Bahkan, kalau bisa semakin banyak anak muda yang ikut, semakin bagus,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kirab Budaya Gunungan Sepatu di Desa Medali, Mojokerto Habis dalam Semenit

Ke depannya, Sudibyo berharap pagelaran seni yang diadakan ini bisa terus berjalan. Sehingga, bisa mengembalikan ikon Desa Kebontunggul sebagai kampung kesenian. Tak hanya itu, diharapkan pagelaran yang dilakukan oleh warga desa ini mampu menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Lembah Mbencirang. ”Kalau nggak dimulai seperti ini, eman. Apalagi, banyak yang punya latarbelakang seni. Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau melestarikan kesenian tradisional ini,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu sinden asal Desa Wiyu, Kecamatan Pacet, Malfin Sabella mengaku baru bergabung dengan Paguyuban Seni Campursari Tresno Budoyo Nuswantoro dua minggu lalu. Malfin menuturkan, dirinya tertarik bergabung lantaran ingin belajar dan berbagi pengalaman dengan sinden lainnya. Maklum, Malfin merupakan sinden termuda dari empat sinden. ”Baru gabung dua minggu lalu. Pingin ikut saja, karena bisa berbagi pengalaman dan dapat ilmu baru dari ibu-ibu sinden ini,” terang gadis 22 tahun ini. (ron)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru

/